We’re Just Two Slow Dancer, from Mitski’s Two Slow Dancer

Good Night, Ale!
2 min readJan 12, 2024

--

Kalau saja hari itu kamu lihat aku,

Kalau saja hari itu kamu sedikit menoleh,

Kalau saja kita muda lagi,

Dan kita ada disini lagi,

Aku ada disini lagi. Hari itu pelajaran olahraga, dan kamu tidak menoleh. Aku menghabiskan waktuku mencuri-curi pandang ke arahmu. Kamu sibuk sendiri dengan temanmu. Aku berdua dengan Kanaya di sudut ruangan. Kanaya sudah dapat pasangan pergi berdansa. Aku harap aku pergi bersama kamu.

Tadi malam kita berdansa di kamar.

Tapi, aku harap, kamu pasanganku di dansa terakhir di sekolah.

Kalau saja kamu sedikit menoleh, Gi.

Aku selalu suka kamu. Kamu jauh dan tidak pernah menoleh. Aku biasa saja. Kamu tidak.

Aku dan kamu bertemu lagi sepuluh tahun kemudian. Kamu jadi menyukai aku. Bahkan kamu sangat menyukaiku. Kamu mengajakku berdansa di kamar setiap lagu January Wedding diputar. Kamu memandangku setiap saat kamu bisa.

Tapi, kenapa dulu kamu tidak menoleh? Aku ada disana. Aku selalu ada. Aku dan yang sepuluh tahun kemudian ini sama-sama aku, Gi.

Kalau saja kamu sedikit menoleh.

Gian selalu menoleh, sepuluh tahun kemudian.

“Kenapa, Sya?” Gian menatapku. Aku tengah memandangi dua pasangan di depan kami. Keduanya mengenakan seragam sekolah. Si perempuan cantik sekali. Rambutnya panjang dan indah. Si laki-laki nampak jatuh cinta sekali. Dia menatapnya penuh rasa.

Aku tidak banyak berubah sejak lulus sekolah. Semua orang di keluargaku wajahnya tidak berubah setelah bertambah umurnya. Yang berbeda dari aku hanya sekarang aku sudah tidak pakai seragam, dan aku sedikit bertambah dewasa. Aku rasa, aku sama saja. Rambutku masih panjang. Aku masih suka pakai jepitan cantik di sisi kiri poniku, walaupun sekarang aku sudah dewasa. Semua orang bilang wajahku tidak pernah berubah.

Kalau begitu, kenapa baru sekarang, Gi?

“Kenapa dulu kamu nggak suka aku, Gi?”

Gian menghela nafasnya gusar. Sudah dua atau tiga kali aku menanyakan hal yang sama padanya. Hal itu menggangguku kian hari. Seminggu sejak aku dan Gian pergi ke reuni sekolah kami. Aku dan Gian mengunjungi lorong sekolah.

“Aku nggak liat kamu, Sya.” Jawab Gian.

“Aku langsung suka sama kamu pertama kali lihat kamu di kantor, inget sya?” Gian bertanya balik.

Benar. Gian suka aku lebih dahulu, sepuluh tahun setelah kami lulus.

“Kenapa dulu kamu nggak liat aku?” Aku memutar balik pertanyaan Gian. Menurutku, dia tidak menjawab pertanyaanku.

“Kenapa dulu kamu menghindar dari aku?”

Aku menghindar dari Gian. Aku takut Gian lihat aku. Aku mengajak Kanaya memutar balik kalau aku lihat Gian di lorong sekolah. Aku tidak jadi lewat kalau aku lihat ada Gian. Aku takut Gian tidak suka aku. Dan dia lihat aku.

“Pertama kali aku lihat kamu, Sya. Di detik pertama, well, nggak detik juga.. sih.. mungkin jam, sya. Aku perlu waktu buat mikir juga. Aku langsung suka kamu. Kalau aku lihat kamu dari dulu, aku juga akan ngelakuin hal yang sama.”

Aku harap aku bisa menari dengan Gian sepuluh tahun yang lalu.

--

--

Good Night, Ale!
Good Night, Ale!

Responses (2)